Selasa, 25 Maret 2014

Mama cepat pulang


 
“Maaa, cepat pulang ma..!!”,
Suara Rayhan sudah kedengaran setengah berteriak meminta ku cepat pulang di seberang telp sana.
“Ean kangen sama Mama.., Ean mau bobok sama Mama…!!”

“Jemput Ean tempat nenek, Ma”
Rayhan terus mengulang kata-katanya tanpa memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara. Yah wajar saja, mungkin kangen nya sudah sampai ke ubun-ubun, karena setiap di telp aku selalu berjanji akan segera pulang. Kini telah kuhabiskan hampir satu minggu waktu ku di kota Padang.
 
“Iya sayang…, mama nanti cepat pulang”. Akhirnya aku ada kesempatan berbicara

“Sekarang Ma…..!!” Suara Rayhan masih meninggi disebrang sana
“Iya, tapi kan udah malam. Pesawat nya sudah bobok”. Aku mencoba mencari alasan untuk bisa menunda kepulangan ku

“Mama naik mobil aja …!”
“Sama mobilnya juga bobok”, pujuk ku

“Mama lari aja…!!”
Ups, aku hampir kelepasan tertawa, kalau aku tertawa Rayhan pasti akan menangis dan menganggap aku mempermainkannya.

 “Maaf ya sayang, mama belum bisa pulang…”
Ah andai saja jarak Padang dan Jambi hanya hitungan kilometer, rasanya masih sanggup mama mu berlari Rayhan untuk melepas rasa kangen mu. Jika saja pintu ajaib Doraemaon keberadaanya nyata, pasti akan kupergunakan semaksimal mungkin untuk menemanimu tidur dan kembali keesokan hari nya ke perkerjaanku. Lagi-lagi aku cuma bisa berandai-andai.

Sebagai seorang Ibu, tentu lah hal yang terberat baginya adalah berbisah lama dengan anaknya. Kak Sri teman sekamar ku juga mengalami hal yang sama. Menjelang tidur, kami membicarakan kebiasaan anak kami masing-masing. Kak Sri terus bercerita bagaimana anak gadis nya yang berumur 1,5 tahun sedang getol-getol nya bermain petak umpat. Setiap pagi Kak Sri harus berpura-pura mencari anak nya, sambil berkata

 “Fifa mana ya…?”
Segera Afifa bersembunyi di mana saja dan kembali mengejutkan kak Sri dengan tepukan lembutnya di kaki mama nya

“Ba..!!”
Kak Sri pura-pura terkejut dan si kecil Afifa pun terbahak puas..

Hal ini merupakan peristiwa yang selalu dia rindukan setiap pagi nya bagi Kak Sri dan telah menjadi rutinitas sebelum berangkat ke kantor.
Sementara, aku sebagai Ibu tidak punya waktu banyak untuk bermain-main di pagi hari. Saat terjaga tidak perduli seberapa mata terkantuk atau sepenatnya tubuh ini, aku harus segera meloncat bangkit dari tempat tidur.  Setelah sholat subuh, this is my Show time..!!

Nyala kan komor gas dan air satu panci telah bertengger diatas nya siap direbus.  Tidak lupa kupersiapkan 4 gelas dengan isi yang berbeda; kopi buat suami ku, susu coklat buat Rayhan, cucu putih buat Keisha dan teh manis buat ku. Sambil menunggu air mendidih, aku hidupkan mesin air dan mulai mencuci piring, gelas beserta teman-temannya. Sementara disudut dapur deru mesin cuci juga menderu-deru  memutar pakaian yang kotor. Dan akhirnya air panas telah mendidih dan siap dituangkan kedalam 4 gelas yang berbeda, sisanya ditumpahkan ke ember untuk mandi Rayhan.
Sedetik kemudian, aku masih disibukkan dengan mencuci beras dan menanak nasi. Bayangkan, setiap pagi aku memiliki 10 pasang tangan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan secara simultan dan paralel. Setiap langkah harus diperhitungkan secara cepat dan tepat. Kalau ada yang menghalangi, singkirkan. Termasuk si Apis, kucing Rayhan yang secara sengaja mengelus-ngeluskan kepalanya di betis ku saat aku mencuci piring. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, Apis ku jewer dan kulempar keluar.
Rasanya masih tidak cukup menggunakan kaki dan tangan, aku pun mengeluarkan suara lengkingku untuk membangunkan seisi rumah.  Ini kulakukan sambil berteriak dari dapur.., dapat dibayangkan betapa hebohnya suasana pagi itu di rumah ku.

“Papa… bangun!!!, hari sudah siang….” Suami ku masih tidak begeming di atas kasur.

“Keisha…bangun..!!! nanti terlambat disuruh nyuci gelas loh di sekolah…” Tanpa banyak protes Keisha bangkit  dan menuju kamar mandi. Sudah menjadi peraturan di kelasnya bahwa barang siapa yang terlambat jika laki-laki dapat jatah push up 30 kali dan perempuan dapat hukuman mencuci gelas murid sekelas selama 3 hari. 

“Rayhan bangun..!! nanti coco crunch nya dimakan kakak ..”, hal ini adalah hal yang paling menakutkan bagi Rayhan. Baginya musuh utama perebut makanan kesukaan nya adalah kakak Keisha. Rayhan langsung melangkah teruyung-uyung dan duduk di meja makan.

Masih setengah mengantuk, Rayhan mengusap mata nya  sambil mengupil. Udara pagi sering membuat hidung nya tersumbat dan bersin-bersin.  Tanpa ba bi bu lagi, Rayhan langsung melahap coco crunchnya.
Tak lama kemudian, suamiku sudah bersiap-siap mengantar anak-anak ke sekolah. Tinggalah aku melanjutkan pekerjaan yang masih belum rampung sambil menunggu tukang sayur lewat di depan rumah.

Sudah seminggu ini, aktifitas tersebut tidak kujalani.  Selepas sholat subuh, tidak ada lagi yang harus kulakukan. Tidak ada cucian piring, kain, ataupun sarapan yang kupersiapkan. Semua sudah di sediakan di hotel. Akhirnya aku melanjutkan mimpiku dan terjaga kembali pukul 7 pagi.

Akhirnya tugas di Padang telah berakhir.  Segera aku pulang bersama rombongan sore itu.

Mama sudah pulang..?
Tak lama lagi aku akan segera bertemu keluarga tercinta,  mobil sewaan yang kami tumpangi telah mengantarkan ku ke rumah. Tidak ada anak-anak yang menyambut kedatangan ku pagi itu, karena mereka di boyong kerumah Nenek selama aku di lapangan. Horden rumah masih tertutup dan lampu teras masih menyala. Suami ku belum bangun pastinya.

Setelah meletakkan tas, aku mandi sejenak dan meluncur ke sekolah Rayhan. Letih yang didera selama di lapangan tidak kuhiraukan lagi, Dia pasti merindukan ku.
“Mama…!” Rayhan memeluk ku erat, sesaat aku sampai di sekolahnya

“Mama sudah pulang?, mama mau jemput Rayhan..?”
Bulir-bulir air matanya tumpah membahasi pipi Rayhan, tanpa ada suara tangis ataupun isakan. Air mata itu keluar begitu saja, menganak sungai, turun deras  hingga kedagu nya. Kulihat bibir Rayhan bergetar menahan rasa senang atau sedih di dadanya, aku tidak tahu pasti. Tidak seperti biasanya Rayhan menangis seperti ini, mungkin karena terlalu lama aku tinggalkan.

Kini baru kusadari, dia benar-benar menahan rasa rindunya kepadaku.

“Rayhan sayang Mama… “, dia berucap lirih sambil terus membenamkan kepalanya di pelukanku.

***

Tidak ada komentar: