Jumat, 08 November 2013

Kejam nya Ibu Kota Jakarta

Sudah beberapa kali saya ke Jakarta, namun belum pernah saya rasakan kejam nya ibu kota sebagai mana yang diceritakan dari mulut-kemulut. Jika tinggal di Jakarta membuat kita “Tua di Jalan”, memang tidak disangkal lagi. Bayang kan saja tiap sudut kota Jakarta tidak pernah terbebas dari kemacetan. Butuh waktu lama untuk menuju satu tempat. Bahkan jalur TOL sebagai jalan eksklusif tidak luput dari kemacetan, padahal tiap kendaraan yang masuk kesana dikenakan  bayaran. Yang pasti hanya jalur udara saja yang bebas dari kebisingan kendaraan. Hal ini dikarenakan ibu kota nan dibanggakan ini sudah sangat sesak penduduk dan kendaraan.  

Bicara tentang kendaraan, biasanya untuk mencari aman aku selalu menggunakan taxi menuju tempat pertemuan. Aman tidak perlu menunggu lama dan berdesak-desakan. Plus tempat duduk yang nyaman sambil melihat lalu-lalang kota Jakarta dari jendela kaca. Kali ini pesawat yang kutumpangi dari Jambi mengalami keterlambatan  mendarat. Singkat cerita pesawat yang di jadwalkan landing di Jakarta pukul 19.30 jadi molor menjadi pukul 21.00 WIB. Kalau di kota Jambi, jam segitu cukup menggelisahkan untuk keluar, karna angkutan umum sudah beristirahat di garasinya masing-masing. Hanya ojek yang bisa dimanfaatkan, tapi harus hati-hati dalam pemilihan ojek. Kalau lagi apes, kita bisa menjadi target perampokan. 

Ketika keluar dari bandara, kota Jakarta baru selesai di guyur hujan lebat. Dapat kulihat dari genangan air di trotoar dan angin malam yang lembab benerpa wajahku. Situasi bandara Cengkareng, tidak ada matinya, masih banyak kulihat orang menawarkan taxi kepadaku, dan sebagian penumpang yang menunggu di kursi tunggu menunggu jemputan. Perlahan ku seret travel bag ku dan menuju ke terminal Damri.