Kamis, 20 Juni 2013

Antara Siem Reap dan Luang Prabang

Yess..!! alhamdulillah ini kalli kedua aku dapat kesempatan travel keluar negeri untuk menghadiri konferensi ASFN (ASEAN social forestry network). Selumnya sekitar bulan April 2011, aku mendapat kesempatan ke Philipine. Namun negri ini tidak memberi kesan baik bagiku, karna musibah yang kualami saat kunjungan kelapangan. Aku kecurian..!! dan jumlah nya tidak sedikit. Stress amat, bagaimana mencari jalan keluar. Bahkan I have no money at all. Untung nya ada teman dari Indonesia yang berbaik hari mentraktir makan di Singapore saat perjalanan pulang ke Indonesia.

So, perjalanan kali ini melintasi 3 negara lohh (Kamboja, Laos dan Vietnam) Mantap untuk photo session dan dikantong tentunya. Pada saat cerita ini ditulisa, aku baru saja akan meninggalkan negara Loas dan bersiap transit ke Vietnam.

Cuaca Kamboja dan Laos hampir sama dengan Indonesia, panas. Di Kamboja kita tinggal di kota  Siem Reap yang terkenal sebagai pusat tourist manca negara. Suasananya seperti Bali, kita temukan bule dimana-mana. Hal yang membuatku tabjub terhadap pelancong tersebut adalah, mereka tidak hanya muda, tapi tua-tua, bahka rombongan touris India sudah seumuran granny/grandpa. Masih mengunyah sirih, mereka memakai kostum sari  lengkap dengan benggal emas dikedua tangan, leher, hingga hidung. Sampe aku bingung, bagaimana mereka bisa bernafas dengan emas sebesar keong nemplok di hidung.


Touris Jepang lebih keren lagi, sepasang grandma and granpa yang tinggal satu hotel denganku, memakai pakaian ala koboy, celana panjang, kemeja, sepatu boots dan topi lebar. Yang paling nggak tahan nya itu loh,, kamera nya.. keren banget... kamera Canon laras panjang bergantung dileher mereka. Aku yang muda aja cuma punya kamera  Eos 5500 (yang sudah kuanggap cukup keren).. Eh si nenek ini punya kamera  yang lebih keren..., padahal di usia segini nenek-nenek di kampung biasannya cuma pake sarung dan baju lambang partai dirumah.  

Kafe' 
Banyak sekali cafe di Siem Reap maupun di Luang Prabang, di  design ala Eropa, dilahan terbuka, lampu remang-remang, sofa nyaman, alunan musik mendayu menemanin tamu menikmati beer lokal. Suatu kesempatan, teman-teman Malaysia, Laos, Philipine mengajak kita orang Indonesia nongkrong di kafe. Mereka menghabiskan ber botol-botol beer dan sering kali men-detingkan gelas, untuk berkata cheerrrss.  Sementara aku terpaku dengan minuman Ice lemon tea ku, yang secara warna tidak meyakinkan disebut Ice lemon. Minuman yang disajikan berwarna merah muda, tapi tidak ada lemon sama sekali. Akhirnya,  setelah hampir 1/4 gelas di srumput, kutemukan lah seiris lemon di tersembunyi dibalis block ice. "Oh.. ini loh lemon nya.."

Makanan:
Sebagai pecinta kuliner padang sejati, tentu saja aku sedikit bermasalah makan disini. Di Kamboja semua makanan ala babi, pork dan ham.  Bahkan minyak untuk goreng omelet pun mengandung minyak babi. Rasa seafood dan ikan nya juga nggak karuan, manis tidak, asin tidak namun MSG nya sangat strong. Akhinya nya kupaksanakan hanya makan bubur beras. di campung saos Magi and bawang goreng. Bubur beras nya pun tidak sama seperti bubur ayam yang kita konsumsi di Indonesia, ini seperti beras dikasih air. Bulir-bulir beras masih berenang bebas di air. Aneh.. tapi bagaimana lagi.

Nah kalau di Loas, lidah padang ku ternyata bisa menyesuaikan masakan di Luang Prabang. Makananya asli segar, tanpa minyak. Rata-rata di rebus dan kukus. Cabe pun dapat ditemukan dengan mudah sebagai bumbu tambahan. Kota ini sangat kaya dengan ikan, sayur, cumi dll. Ahhh... pokok nya nyummmi banget. Rasanya setelah 4 hari ini I gain weight..:P

Bahasa :
Warga kota Siem Reap khususnya pedagang, dapat berkomunikasi bahasa Inggris dengan baik. At least untuk menjual dagangan mereka. Mereka punya aksen yang mendayu-dayu "Come on lady.. do you want to buy?", "Don't worry, I give you discount,.. you lucky I am happy...". Harga souvenir lumayan murah kalau bisa nawar. Aku sudah cukup puas dapat menawar setengah harga dari barang yang aku beli, eh ternyata teman ku dengan sadisnya menawar dibawah harga yang kudapatkan, and ..Done..!! he got lower price. *geleng-geleng.

Berbeda dengan Kamboja, Orang Loas tidak banyak dapat berbahasa Inggris, semua harus dibantu dengan bahasa tarzan. Bahka di tempat dimana kita menginap, susah sekali menemukan orang yang bisa berbahasa inggris. Suatu ketika, aku kesulitan sekali untuk menanyakan dimana kotak box ku disimpam, eh dia malah kasih aku tas hitam, "No,.. my box, I put it here last night, do you remember...?," "Dia mengangguk dan tidak lama kemudian membawa box kosong bekas.."Waduh..!!"  *tepok jidat..., dikiranya aku minta dus bekas kali ya...

Pedagang mengandalkan kalkulator untuk berbelanja, mata uang nya Kip. 1 USD = 7.500 kip. Ketika berbelanja hampir tidak ada suara, kita hanya bermain dengan kalkulator. Ha..ha..ha.. aneh dan menarik. Jika yes.. barang bisa diambil, kalau No silahkan angkat kaki.

Hal yang menarik : 

Hal yang menarik di Loas ada setiap hari Selasa dan Kamis ada lah waktunya berdagang togel. Pinggiran jalan penuh berjejeran meja dan kursi, penjual togel duduk di kursi lengkap dengan atribut payung dan masker anti debu. Mereka sibuk menawarkan nomor dan  menulis gulungan tiket togel . Warga Loas, menjadikan togel sebagai budaya, mereka selalu mencari-cari  makna dari sebuah kejadian dan mengaitkan dengan kombinas angka. Biksu-biksu muda pun tidak ketinggalan untuk di introgasi menanyakan mimpi yang mereka alami semalam, bahkan anak kecil pun ditanyain nomor. Welehhh.. persis sama jaman PORKAS di Indonesia.

Oh ya bicara mengenai biksu, di Laos banyak sekali kita temukan Biksu-biksu muda. Mengapa mereka mau menjadi biksu? menurut keterangan teman dari Loas, menjadi biksu muda memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mendapat sekolah gratis. *Disini ada sekolah khusus biksu (seperti pesantren). Kebanyakan dari mereka, setelah menamatkan sekolah bisa ke luar dari temple dan menentukan nasib mereka sendiri, bekerja atau menikah. Namun untuk menjadi biksu, tidak mesti harus dari awal dididik, ada beberapa kasus, ada juga orang yang telah menikah dan bercerai menjadi biksu.

Para biksu tenyata punya banyak kegiatan, mereka membuat anyaman kerajinan, menjahit, dan membuat handy craft lainya kemudian di jual dipasar. Pada kesempatan lain, banyak juga orang menderma (bersedekah ) ke biksu dengan memberi makan atau uang. Dengan memberi makan biksu, mereka percaya ini adalah amal baik dan mereka akan mendapat keberuntungan.

Tunggu session kedua ya...:)







1 komentar:

Unknown mengatakan...

Menarik, apalagi klo dibawakan satu souvenir yang murah meriah itu :))