Tepat bulan Mei 2014
ini, Rayhan berumur 7 tahun. Terlahir menjadi anak ABK, Aku masih berjuang
mengentasi kesulitan bicaranya, memantapkan konsetrasinya dan mengontrol
emosinya. Semua melewati
proses, yang diwarnai cerita yang berbeda tiap harinya. Andaikata aku punya
waktu dan kapasitas menulis yang super excellent, mungkin telah menghasilkan
ber-lembar-lembar tulisan untuk menceritakannya.
“Ah Nak.., tidak
lah mama tuntut engkau menjadi anak yang normal jika engkau tidak mampu...”
Perlu waktu untuk
mencapai pada taraf menerima dengan apa yang kau bisa pada saat ini. Dulu, aku
selalu meyakinkan hatiku bahwa engkau bisa normal seperti anak-anak lain dan
meraih gelar akademik yang cemerlang seperti kakak mu. Namun, kesulitan yang
engkau hadapi di bangku sekolah dan usaha mu yang maksimal untuk mengatasi
kekuranganmu sudah membuktikan bahwa ini lah batas kemampuanmu. Prestasi
akademik Cuma angka, namun kasih sayang yang kau berikan kepada orang-orang
sekelilingmu, tidak bisa di ukur dengan nilai akademik.
Kalau ditanya
“cita-citanya mau jadi apa?, mau jadi polisi ya?
“bukan…” sahut Rayhan
“guru..?” tanyaku lagi
“bukan..”
“Terus cita-citanya
mau jadi apa Ray?”
“Jadi dokter aja ya …” ujar ku untuk mempengaruhi fikirannya.
“Tidak, Rayhan mau Jadi Rayhan…”
“Oalahhh Nak….!!”