Kamis, 28 Februari 2013

Serasa di ISS

Ahhh.. tarik nafas berat dulu aahh.... Sumpah, kuliah di umum yang disampaikan oleh pak Surya Rahmat, dosen UNJA benar-benar mengingatkanku seperti studi di ISS. 

Ini bukan Dejafu, pelajaran di ISS memang kental kaitanya dengan garis keras. Mengkiritik pemerintah dengan segala perlakuannya di ranah politik. Saya rasa ini sudah dalam lingkaran setan secara sistemik diciptakan di South dan North. Seperti yang dikemukakan oleh teory ketergantungan antara negara maju dan negara berkembang. Dimana negara maju mengeksploitasi negara berkembang untuk tetap maju. 

Pertama kali di ISS, sumpah aku sangat terdokrin dengan semua ketidaksempurnaan di negara Indonesia. Hal ini juga dirasakan oleh ISSers yang nota bene 90% berasal dari negara berkembang. Setiap negara berkembang sama-sama punya polemik dan penyakit masing-masing.

Senin, 25 Februari 2013

Menulis




Kata orang menulis itu gampang. Tinggal curahkan saja semua yang ada dikepala dan biarkan ide itu mengalir begitu saja seiring lincahnya jari jemari bermain di keyboard laptop anda. Kedengaran mudah dan tanpa ada beban. Namun my personal experience says that writing is super difficult. Walaupun dengan niat penuh dan catatan panjang di samping laptoku, masih saja tulisan ku tidak mengalir dengan sempurna. Tentu saja teori ini tidak berlaku bagiku.

Teringat saat mengerjakan essay di study S2, Tugas paperku kuselesaikan dengan tertatih-tatih sedap. Kepana bisa begitu…? Karna aku banyak menghabiskan waktu mencari ide dan inspirasi untuk bahan tulisan, bayangkan saja aku butuh waktu berminggu-minggu untuk bisa menelorkan ide untuk tulisan ku. Bahkan hingga dekat deadline, ide tersebut belum menetas juga. Kedua aku selalu mencari-cari waktu dan kondisi yang tepat untuk menulis, biasanya saat yang tepat adalah pada dini hari, dimana tidak ada tanda-tanda kehidupan rumah kost ku, ditemani segelas kopi dan diiringi instrument musik klasik.

Rabu, 20 Februari 2013

KKI WARSI Persiapkan Fasilitator Handal


Bertempat di Sebapo Institut, KKI WARSI men-training kurang lebih 18 fasilitator desa guna meningkatkan kapasitas fasilitator agar menjadi fasilitator handal. Kegiatan ini dimulai dengan mempekenalkan visi WARSI yakni “Konservasi bersama masyarakat”. Visi diharapkan mampu ditransformasikan secara utuh oleh fasilitator kepada berbagai pihak. Latar belakang mengapa Pelatihan fasilitator ini penting dilaksanakan adalah untuk mengurangi kesenjangan (gap) antar staff di WARSI. Kesenjangan ini terjadi karna staff lama jauh lebih berpengalaman dari staff baru sehingga dalam mengambil keputusan, staff baru cendrung pasif dan kurang percaya diri. Hal ini dirasakan oleh management WARSI, sehingga walaupun telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi kesenjangan tersebut, namun belum secara sistematis mampu mengurangainya. Berdasarkan hal tersebut, dirasa penting untuk melakukan pelatihan fasilitator secara intensif, terstruktur dan terprogram untuk menciptakan fasilitator tangguh dan handal yang mampu mendapampingi dan meninternalisasikan program WARSI bersama masyarakat dan sekaligus meningkatkan rasa percaya diri fasilitator.

Selasa, 12 Februari 2013

Praktek Lapang Biogas, strategi mitigasi perubahan iklim berbasis potensi lokal

Baru-baru ini, saya bersama tim REDD+ KKI WARSI melakukan praktek lapang instalasi stasiun biogas di tiga kabupaten yang dilaksanakan secara simultan di tujuh desa. Kegiatan ini adalah terobosan baru upaya mitigasi perubahan iklim berbasis potensi lokal. Kenapa demikian? karena berdasarkan pemantauan penulis belum ada usaha dari masyarakat, pemerintah ataupun swasta untuk melirik pengelolaan gas metana yang dihasilkan dari kotoran ternak. Padahal menurut hasil penelitian terbaru, bahwa gas metana 72 kali lebih panas dari gas karbon dioksida. Sangat mendasar sekali bahwa, aksi mitigasi perubahan iklim tidak hanya terpusat dengan penanaman pohon namun harus melirik sektor emitter lain, yang  tidak kalah ganasnya bagi tatanan kehidupan planet ini. 

Kerikil Tajam Mendapatkan Hak Kelola Masyarakat Melalui Skema Hutan Desa




Pengelolaan hutan  berbasis masyarakat merupakan terobosan inisiatif perberdayaan masyarakat yang dikemukakan sejak diselenggarakanya Kongres Kehutanan Dunia VIII di Jakarta (1978) dengan tema Forest for People.  Model ini dipandang sebagai alternatif strategis dalam upaya pengentasan berbagai masalah kehutanan seperti kemiskinan masyarakat di sekitar hutan, kerusakan sumber daya hutan dan meredam konflik tenurial. Ada tiga model yang dikembangkan pada konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat, yakni Hutan kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat(HTR). Perkemabangan Hutan Desa dibeberapa provinsi di Indonesia sudah mulai menggeliat tumbuh. Hutan desa adalah hutan hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan yang berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.