Bertempat di Sebapo Institut, KKI WARSI men-training kurang lebih 18 fasilitator desa guna meningkatkan
kapasitas fasilitator agar menjadi fasilitator handal. Kegiatan ini dimulai
dengan mempekenalkan visi WARSI yakni “Konservasi bersama masyarakat”. Visi
diharapkan mampu ditransformasikan secara utuh oleh fasilitator kepada berbagai
pihak. Latar belakang mengapa Pelatihan fasilitator ini penting dilaksanakan
adalah untuk mengurangi kesenjangan (gap) antar staff di WARSI. Kesenjangan ini
terjadi karna staff lama jauh lebih berpengalaman dari staff baru sehingga
dalam mengambil keputusan, staff baru cendrung pasif dan kurang percaya diri. Hal
ini dirasakan oleh management WARSI, sehingga walaupun telah melakukan beberapa
upaya untuk mengurangi kesenjangan tersebut, namun belum secara sistematis mampu
mengurangainya. Berdasarkan hal tersebut, dirasa penting untuk melakukan
pelatihan fasilitator secara intensif, terstruktur dan terprogram untuk
menciptakan fasilitator tangguh dan handal yang mampu mendapampingi dan
meninternalisasikan program WARSI bersama masyarakat dan sekaligus meningkatkan
rasa percaya diri fasilitator.
“Menjadi Pekerja NGO, Aktivis NGO
dan pemikir NGO adalah pilihan”
Training yang diaksanakan selama 5 hari berturut-turut ini dibuka secara
resmi oleh sektretaris dewan anggota WARSI, Bapak Adam Azis. Dimulai dengan
mengulas pekerjaan NGO adalah pekerjaan yang menuntut para pekerja bekerja
dengan prinsip dan komitment yang tinggi dalam menjalankan tanggung jawab. Pak
Azis juga mengungkapkan penting sekali bagi staff WARSI untuk memikirkan tujuan
hidupnya dimasa mendatang, apakah ingin menjadi “Pekerja NGO, aktivis NGO ataupun Pemikir NGO, semua menjadi pilihan
anda”. Hal yang senada diungkapkan oleh direktur Eksekutif WARSI, Rakhmat
Hidayat dalam presentasinya menjelaskan bahwa “optimalisasi diri dapat
dilakukan dengan menspesialisasikan diri, sehingga potensi yang dimiliki bisa lebih
tajam dan fokus”. Selanjutnya, beliau menambahkan, ada banyak hal yang bisa
dipelajari di KKI WARSI, hal ini pun diakui oleh pihak luar dimana WARSI telah
menjadi learning center atau contoh
sukses dari konservasi bersama masyarakat. Dengan demikian, masing-masing staff
harus paham isu besar KKI WARSI dengan tidak mengkotak-kotakkan diri
berdasarkan program. Disadari bersama,
berbagai program yang telah dan sedang berjalan pada dasarnya bermuara pada vis yang sama yakni
Konservasi bersama masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Dirut Executive WARSI menyampaikan presentasi |
Motivasi dan Pengenalan
potensi Diri.
Salah satu materi yang sangat dinikmati perserta adalah, pengenalan potensi
diri sehingga secara tidak langsung
memacu motivasi staff sehubungan
dengan pekerjaan. Adalah teori Douglas Mc.Gregor seorang psikolog menemukan dua
“”Kutub Extream” tentang “sifat dasar manusia” yang dinanamakan teori X dan
teori Y. Kedua teori ini menggabarkan bagaimana sikap seseorang terhadap diri
dan komunitas disekitarnya. Teori ini diujicobakan kepada staff oleh Pak Hambali,
selaku koordinataor pelatihan ini, melalui analisa study kasus seorang pemandu
lapangan. Teori X lebih menjelaskan bahwa seseorang butuh tindakan tegas untuk
menjadi disiplindan bertanggung jawab. Hal ini diperjelas dengan sikap yang
sungkan mengambil keputusan, susah percaya diri, mementingkan diri sendiri,
butuh pengawasan dan lebih dimotivasir oleh uang. Sebaliknya teori Y lebih
mencerminkan seorang individu yang berkerja karna komitment terhadap tujuan
yang dilakukan. Hal ini ditunjukkann dengan sikap yang mampu mengembangkan diri
sendiri tanpa tekanan dan mampu berkembang diberbagai macam kondisi. Mereka
yang memiliki faktor Y yang besar bepotensi sebagai pemimpin dan pengambil
keputusan. Hasil uji coba “Kutub Extrem” ini menunjukkan bahwa rata-rata
peserta pelatihan mengarah pada ke kutub Y, dan angka menuju kutub Y sangat
variatif, diharapkan dengan meningkatnya jam terbang sebagai fasilitator maka nilai
kutub Y pada diri fasilitator dapat ditingkatkan.
Setelah menyadari potensi diri yang dimiliki oleh masing-masing staff,
pandangan peserta training fasilitator mengenai diri mereka sedikit jauh
berubah. Perbincangan masing-masing peserta mengungkapkan bahwa mereka merasa
puas dengan hasil psikotes ringan tentang potensi diri ini. Mereka merasa lebih
percaya diri dibanding sebelumnya, karna mereka sadar ada potensi untuk dikembangkan
melalui pengembangan pengetahuan, spesifikasi dan interaksi.
ice breaking activity |
Pengenalan teori reseach
cepat.
Tidak hanya pengenalan diri, training ini juga mengajarkan staff bagaimana
memahami konstalasi politik dan kepentingan ditengah masyarakat. Seperti yang
dipaparkan oleh Rudi Syaf seperti yang dikutib di buku Tania Lee “The will to
improve” adalah “Niat baik serta rencana hebat untuk memakmuran kehidupan masyarakat bukan jaminan
kemakmuran tersebut ajan terwujud”. Diterangkan lebih rinci bahwa mayarakat
bukan lah ruang kosong yang mampu diisi dengan apa saja, sehingga adanya
pergeseran output dari yang direncanakan menjadi satu hal yang mungkin terjadi.
Oleh karena itu, peranan fasilitator yang handal dan penggunaan strategi fasilitasi yang tepat
adalah kunci utama keberhasilan tercapainya suatu program. Salah satu metode
yang diperkenalkan untuk memahami kondisi atau dinamika yang terjadi ditengah
masyarakat adalah dengan melakukan metode PRA (participatory Rural Appaisal)
dan RRA (Rapid Rural Appraisail). Metode ini tidak hanya diperkenalkan secara
teori namun juga dipraktekkan langsung oleh perserta pelatihan kepada wilayah
di Sebapo. Dengan menguasai metode PRA dan RRAS, fasilitator akan mampu
menganalisa kondisi disuatu komunitas dan mempersiapkan strategi fasilitasi
yang tepat yang bisa diterapkan.
Dalam pelaksanaanya training 5 hari ini, Presentasi, analisa study kasus,
dan diskusi interaktif adalah metode yang diterapkan secara berimbang selama
proses pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran terasa begitu
cepat dan menyenangkan. Disela-sela break, pertanyaan krisis sering kali muncul
di kalangan staff. Rasa frustasi yang dirasakan staff mengenalkan program
konservasi bersama masyakat yang sarat dengan perubahan, adalah hal yang lumrah
seperti yang dikatakan oleh Rudi Syaf. Hal yang terpenting untuk menjadi
fasilitator handal adalah tetap semangat dan konsisten dalam menyampaikan
informasi. Karna bekerja bersama masyarakat bukanlah pemaksaan idologi, tapi
bagaimana mereka paham dan sadar dengan apa yang mereka lakukan setelah
mendapatkan informasi yang cukup dari berbagai pihak.
Secara umum pandangan peserta fasiliator
mengenai pelatihan fasilitator ini sangatlah positif. “Ibarat batre rasanya
sudah fully charged” ujar salah satu
peserta pelatihan. Mereka
telah siap kembali berinteraksi dengan masyarakat dengan amunisi dan semangat
baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar